Minggu, 25 Oktober 2009

Aqidah Sahih

*Para ulama memberikan pujian yang baik terhadap Al Humaidi, karena beliau salah seorang Huffazh dan Muhaddits terkenal dan termasuk seorang yang jujur, zuhud dan shalih. Beberapa diantaranya :



Imam Ahmad bin Hambal rhm berkata : “Dalam pandangan kami Al Humaidi adalah seorang Imam”



Al Bukhari berkata : “Al Humaidi adalah Imam dalam ilmu hadits”



Ibnul Qayyim rhm berkata : “Beliau termasuk salah seorang guru besar Al Bukhari dan Imam ahli hadits dan fiqh pada zamannya. Beliau adalah orang yang pertama yang disebutkan Al Bukhari sebagai pembuka kitab shahihnya”



Telah mengatakan kepada kami Bisyir bin Musa, ia berkata : “Telah mengatakan mengatakan kepada kami Al Humaidi, ia berkata : As Sunnah (Aqidah yang lurus dan manhaj generasi sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in) menurut kami adalah :



1. Seseorang beriman kepada takdir (qadar/keputusan) baik dan takdir buruk, yang manis maupun yang pahit dan ia mengetahui bahwa semua yang telah ditetapkan bakal menimpanya, niscaya tidak akan terluput darinya dan semua yang telah ditetapkan tidak menimpanya niscaya tidak akan menimpanya. Semua itu merupakan qadha (ketentuan) yang telah ditentukan oleh Allah SWT.



2. Bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang, tidak bermanfaat perkataan tanpa perbuatan, tidak bermanfaat perbuatan dan perkataan kecuali dengan niat, dan tidak bermanfaat perkataan, perbuatan dan niat kecuali dengan As Sunnah.



3. Mencintai semua sahabat Muhammad SAW, sebab Allah SWT berfirman yang artinya “Dan orang – orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa : ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara – saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami’” (QS. Al Hasyr : 10) …



4. Al Qur’an adalah Kalamullah…



5. Aku mendengar Sufyan (bin ‘Uyainah rhm) berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”. Saudaranya Ibrahim bin ‘Uyainah berkata kepada beliau, “Wahai Abu Muhammad ! Janganlah katakan (iman itu) berkurang”. Sufyan bin ‘Uyainah marah seraya berkata, “Diam kamu wahai anak kecil ! Bahkan (iman akan berkurang) hingga tidak ada yang tertinggal sedikitpun”.



6. Mengimani adanya ru’yah (melihat wajah Allah SWT) setelah meninggal.



7. Dan apa yang disebut dalam Al Qur’an dan Al Hadits, seperti, “Orang – orang Yahudi berkata, ‘Tangan Allah terbelenggu, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu’” (QS. Al Maa’idah 64). “Dan langit digulung dengan tangan kananNya” (QS Az Zumar 67). Dan ayat – ayat Al Qur’an dan Al Hadits yang sejenis dengan ayat di atas tidak boleh menambah – nambahinya dan juga tidak boleh menakwilkannya, kita memutuskan sesuai dengan apa yang telah diputuskan Al Qur’an dan As Sunnah.



8. Dan kami menegaskan, “Yang Pemurah bersemayam di atas ‘Arsy” (QS Thaahaa 5). (tidak dimana – mana, tidak di dalam hati dlltambahan). Barangsiapa yang berpendapat selain itu berarti dia adalah seorang mu’aththil (kelompok yang meniadakan semua atau sebagian asma’ dan sifat Allah SWT) dan jahmi.



9. Dan kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh kaum Khawarij, “Barangsiapa yang melakukan dosa besar, maka ia telah kafir”.



10. Kami tidak mengkafirkan seseorang karena dosa. Seorang akan kafir karena meninggalkan rukun Islam yang lima yang telah disabdakan Rasulullah SAW, “Islam dibangun di atas 5 perkara; persaksian bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhandan melaksanakan haji ke Ka’bah” (HR. Bukhari & Muslim)…Dan pelaksanaan haji jika telah wajib atas seseorang (mempunyai bekal, kondisi jalan aman, sanggup untuk bersafar dan melaksanakan rukun haji) maka wajib hukumnya untuk dilaksanakan dan haji ini belum diwajibkan hingga terpenuhi hal – hal di atas (4 Rukun Islam), kapan saja ia laksanakan, maka hajinya tetap sah dan tidak berdosa jika ia menunda keberangkatannya…*”





Maraji’:

Aqidah Shahih, Al Hafizh Abu Bakar Al Humaidi, Pustaka Imam Asy Syafi’i, Cetakan Pertama, Bogor, 2004, hal 47 s/d 90.



Semoga bermanfaat.

Budi Ari



Catatan : yang ana tulis ini adalah hanya ringkasannya saja, edisi lengkap bisa dibaca pada buku tersebut.



*Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya tentang hukum meninggalkan shalat (kemudian dijawab) : “Adapun meninggalkan shalat, jika ia berkeyakinan tidak wajib, maka ia telah kafir berdasarkan nash dan ijma’ Ulama. Namun, jika ia masuk Islam dan tidak mengetahui tentang kewajiban shalat…maka yang seperti ini tidak dikatakan kafir” (Majmu’ Al Fatawaa XXII/40)

Tidak ada komentar: