Kamis, 05 November 2009

Pemberian Bantuan Kepada Anak - anak Yatim, Janda dan Dhuafa





IBADAH

IBADAH

Kata ibadah dalam istilah aqidah ialah : melakukan sesuatu baik perbuatan, perkataan atau hati yang dilandasi dorongan kepercayaan gaib dan taat serta menundukkan jiwa kepada undang – undang atau peraturan – peraturan.
Untuk jelasnya, maka marilah kita tela’ah dengan seksama ayat-ayat di bawah ini :
Surat Al Mu’minin ayat 66 :
قُلْ إِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللهِ لَمَّاجَآءَنِيَ الْبَيِّنَاتُ مِن رَّبِّي وَأُمِرْتُ أَنْ أُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Katakanlah (ya Muhammad):"Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Rabbku; dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.”

Maksud ayat ini ialah : Bahwa Rasulullah sekali-sekali tidak boleh menyembah (melakukan peribadatan) kepada apa saja yang disembah orang – orang musyrik, seperti berhala, roh-roh yang telah mati, roh-roh halus lainya dan lain sebagainya. Dan peribadatan itu hanyalah boleh diunjukkan kepada Allah SWT.

Surat Al Furqon Ayat 17 – 18 :
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ وَمَايَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ فَيَقُولُ ءَأَنتُمْ أَضْلَلْتُمْ عِبَادِي هَآؤُلآءِ أَمْ هُمْ ضَلُّوا السَّبِيلَ . قَالُوا سُبْحَانَكَ مَاكَانَ يَنبَغِي لَنَآ أَن نَّتَّخِذَ مِن دُونِكَ مِنْ أَوْلِيَآءَ وَلَكِن مَّتَّعْتَهُمْ وَءَابَآءَهُمْ حَتَّى نَسُوا الذِّكْرَ وَكَانُوا قَوْمًا بُورًا
Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah):"Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?" (QS. 25:17)
Mereka (yang disembah itu) menjawab:"Maha Suci Engkau tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingat (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa." (QS. 25:18)

Maksud ayat ini adalah : bahwa besok pada hari kiamat, Allah akan mengumpulkan orang-orang musyrik, kemudian Allah mendatangkan orang-orang yang pernah mereka sembah, seperti Nabi Uzair, Nabi Isa, Syekh Abdul Qodir, para wali siapa saja yang dahulu mereka pernah mohon ( mohon-mohon) kepadanya seraya Allah bersabda kepadanya : “Apakah kamu menyuruh mereka menyembah kamu selain Aku?” maka ia menjawab: “Maha Suci Engkau Ya Allah, saya tidak pernah menyuruh mereka menyembah padaku, mereka sendirilah yang mengadakan dan merekalah yang saling sesat-menyesatkan.”
Banyak sekali dalam Al Qur’an bertaburan ayat-ayat semacam ini. Dengan dua ayat ini, sudah cukup jelas bagi kita bahwa makana ibadah yang diterjemahkan menyembah ialah : melakukan sesuatu baik perbuatan, perkataan atau hati yang didorong kepercayaan gaib. Misalnya : do’a, nadzar menyembelih kurban, pengharapan, cinta, takut dan tawakal.
Adapun yang kedua yaitu kepatuhan jiwa raga kepada seseorang, undang-undang atau peraturan, maka perhatikanlah ayat-ayat di bawah ini :
Surat Az-Zumar ayat 17 :
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, (QS. 39:17)

Maksud ayat ini ialah : orang – orang yang diridhai Allah mendapat kesenangan dunia akhiran ialah : orang – orang yang tidak patuh dan menundukkan jiwanya kepada thogut, tapi taat dan menundukkan jiwanya kepada Allah.
Surat Al Maidah Ayat 60 :
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللهِ مَن لَّعَنَهُ اللهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُوْلاَئِكَ شَرُُّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ السَّبِيلِ

Katakanlah:"Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik ) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, diantara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi (dan orang yang) menyembah Taghut". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. 5:60)

Maksud ayat ini ialah : bahwa orang –orang yang taat serta menundukkan jiwanya kepada thogut, mereka itulah orang – orang yang sesat dan jahat tempatnya, mereka ini seperti orang – orang yang dikutuki Allah menjadi kera dan babi, karena menentang petunjuk-Nya.
Makna ibadah yang diterjemahkan menyembah dalam kedua ayat ini, bukanlah melakukan sesuatu yang didorong kepercayaan gaib tetapi kepatuhan jiwa raga.
الطَّا عَةُ مَعَالْخُضُوْعٍ

Adapun makna thogut ialah segala perkara yang bertentangan dengan petunjuk Allah baik berupa undang-undang, peraturan-peraturan, atau orang yang memerintahnya.

Surat Yasin ayat : 60-61:
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَابَنِي ءَادَمَ أَن لاَّتَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ . وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu", (QS. 36:60)
dan hendaklah kamu menyembah-Ku.Inilah jalan yang lurus. (QS. 36:61)

Maksud ayat ini ialah : Bahwa manusia ini tidak boleh mengikuti serta mengakui kebenaran bujukan syaitan. Yaitu segala perkara yang bertentangan dengan petunjuk Allah yang dibagus – baguskan syaitan dalam hati dan fikiran manusia. Tetapi manusia ini harus membenarkan dan mengikuti petunjuk Allah itulah jalan yang benar.
Di dunia tidak ada seorangpun yang cinta dan memohon kepada syaitan, bahkan mereka itu sangat benci dan melaknat syaitan. Adapun yang dimaksud menyembah syaitan adalah mengikuti dan membenarkan segala perkara yang dibagus – baguskan syatan dalam hati dan fikiran manusia, sehingga ia merasa senang dan benar, walaupun bertentangan dengan petunjuk Allah.
اِتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَآأُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لآإِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. 9:31)

Adapun maksud ayat : Mereka mengangkat alim ulama dan pendetanya sebagai tuhan, ialah bahwa mereka itu taat dan membenarkan perintah, larangan, dan aturan – aturan ulama itu sekalipun bertentangan dengan petunjuk Allah (Taurat dan injil). Kepatuhan jiwa raga kepada peraturan yang bertentangan dengan petunjuk Allah itulah yang merupakan ibadah mereka kepada alim ulama dan pendeta – pendeta itu.
Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Jarir dari sahabat Adi bin Hatim, bahwa ia ketika pertama kali mengunjungi Rasulullah saw di lehernya tergantung lambing salib dari emas, maka Rasulullah saw membaca ayat ini. Spontan Adi bin Hatim menyanggah :”Mereka tidak menyembah pendeka ula,” kemudian Rasulullah menjawab : “Pendeta ulama itu menetapkan perintah dan larangan yang berlawanan petunjuk Allah, kemudian mereka mematuhinya, itulah ibadah mereka kepada pendeta dan ulama.”
Sekarang jelaslah sudah bahwa ibadah dalam lingkaran aqidah memunyai dua makna :
Yang pertama yaitu sesuatu yang didorong kepercayaan gaib ini harus diunjukkan hanya kepada Allah. Bila ada Ta’aluh yang ditunjukkan kepada selain Allah sekalipun kepada Nabi umpamanya, maka ia syirik Akbar.
Yang kedua yaitu kepatuhan jiwa raga, ini hanya boleh diunjukkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka bila ada kepatuhan jiwa raga kepada peraturan – peraturan, undang – undang atau orang – orang yang memerintahkannya, yang berlawanan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, maka ini adalah syirik Akbar.
Ayat-ayat yang mengenai makna pertama antara lain :
Surat Al Jin ayat 18 :
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا

“Sesungguhnya masjid-masjid itu bagi Allah, sebab itu janganlah kamu sembah seseorang bersama-sama Allah.”

Surat Al-Mu’min ayat 65 :
هُوَ الْحَىُّ لآإِلَهَ إِلاَّهُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Dialah Yang hidup kekal, tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya.Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. (QS. 40:65)

Surat Al Hajj ayat 62 :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. 22:62)

BAnyak sekali ayat – ayat semisal ini, tapi dari tiga ayat ini sudah jelas bahwa, ibadah yang bermakna Ta’aluh hanya boleh diunjukkan kepada Allah. Dan bila Ta’aluh itu ditujukan kepada selain Allah, maka itu adalah sesat dan kemusyrikan yang besar.
Adapun ayat – ayat yang mengenai makna kedua antara lain :
Surat Al Hasyr ayat 7:
وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa-apa yang didatangkan Rasul kepadamu, haruslah kamu terima, dan apa-apa yang dilarangnya maka haruslah kamu hentikan, dan takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat sangat siksanya”

Surat Muhammad ayat 33 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَتُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kepada Allah dan ta'atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu" (QS. 47:33)

Surat Ali Imran ayat : 32
قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah:"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. 3:32)

Kalau kita perhatikan dan renungkan surat Muhammad ayat 33 itu, di sana akan membawa petunjuk bahwa orang yang melawan Allah dan Rasul-Nya, sekalipun ia telah beriman kepada-Nya maka akan rusak segala amal baiknya tidak mendapat nilai sedikit pun di sisi Allah. Dan dosa yang bias merusak amal kebaikan hanyalah syirik akbar.
Dalam surat Al Imran ayat 32, memberi petunjuk bahwa orang – orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya, untuk menundukkan jiwa raganya kepada yang lain, mungkin kepada hawa nafsunya sendiri telah diwarnai bisikan syaitan, maka jelaslah mereka termasuk orang – orang kafir.
Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat – ayat semacam ini, dan dari ayat-ayat ini member petunjuk bahwa ibadah yang bermakna kepatuhan jiwa raga hanya boleh ditujukan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun kepatuhan raga untuk melakukan pekerjaan – pekerjaan yang berlawanan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya sedang jiwanya masih tetap yakin kepada kebenaran petunjuk Allah dan RasulNya dan merasa bahwa apa yang dikerjakan itu salah, maka yang demikian ini tidak syirik, dan orang yang melakukannya tetap mu’min.
Misalnya orang budak muslim yang diperintah majikannya membuat arak, kemudian ia melakukan pekerjaan itu, tapi dalam jiwanya tetap yakin bahwa membuat arak itu adalah salah, karena berlawanan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Siswa – siswi yang diharuskan membuka sebagian aurotnya, kemudian ia melakukannya, tapi dalam jiwanya atau jiwa mereka tetap yakin bahwa membuka sebagian aurot di hadapan pemuda – pemuda adalah salah, sebab berlawanan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Kepatuhan mereka yang hanya raganya saja seperti ini tidaklah syirik, dan mereka pun masih termasuk orang – orang mu’min.
Penjelasan ini didasarkan Al Qur’an surat Asy-Syu’ara’ ayat 22 :
وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَىَّ أَنْ عَبَّدتَّ بَنِى إِسْرَاءِيلَ
Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil". (QS. 26:22)

Surat An-Nahl ayat 106 :
مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُُ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orangyang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. 16:106)


Kamis, 29 Oktober 2009

Minggu, 25 Oktober 2009

Objek Kajian Ilmu Aqidah (2)

Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah/sekte selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘Aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:

[1]. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin, seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah[1] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.

Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai juga ka-rena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf di dalam mene-tapkan masalah-masalah ‘aqidah.

[2]. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.

[3]. Tashawwuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.

Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.” [2]

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.” [3]

Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” [4]

[4]. Ilahiyyat (Teologi)
Ini adalah nama yang dipakai oleh Mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum Mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.

[5]. Kekuatan di Balik Alam Metafisika
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah.

Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.

Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai penger-tian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ber-sumber dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.


[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
[2] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (hal. 18-19).
[3] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.
[4] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.

Objek Kajian Ilmu Aqidah (1)

‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyat (hal-hal ghaib), kenabian, taqdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap Ahlul Ahwa’ wal Bida’, semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesat-kan serta sikap terhadap mereka.

Disiplin ilmu ‘Aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya.

Di antara nama-namanya menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:

[1]. ‘Aqidah (I’tiqad dan ‘Aqa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘Aqidah Salaf, ‘Aqidah Ahlul Atsar di dalam kitab-kitab mereka.[2]

[2]. Tauhid
Karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau peng-esaan kepada Allah di dalam Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Maka, dari itulah ilmu ini disebut ilmu Tauhid secara umum menurut Ulama Salaf [3]

[3]. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut as-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah j dan para Shahabat g di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga ge-nerasi pertama.[4]

[4]. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi ke-sepakatan para ulama.[5]

[5]. Al-Fiqh al-Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqh al-Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[6]

[6]. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[7]

Itulah beberapa nama lain dari Ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menama-kan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.


[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1] Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 12-14).
[2] Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Laalika-iy (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy (wafat th. 458 H). Rahimahullah
[3] Seperti Kitabut Tauhid di dalam Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitabut Tauhid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitab I’tiqaad at-Tauhid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitabut Tauhid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabut Tauhid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H). Rahimahullah
[4] Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barbahary Rahimahullah
[5] Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 378 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H).
[5] Seperti kitab al-Fiq-hul Akbar karya Imam Abu Hanifah t (wafat th. 150).
[6] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[7] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.

Penulis : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2